Benarkah diabetes merupakan penyakit yang hanya dapat menyerang orang dewasa saja? Diabetes seringkali dianggap sebagai penyakit yang hanya menyerang orang dewasa. Namun, di era modern yang serba instan ini, pandangan tersebut mulai berubah. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak hingga remaja kini juga menghadapi risiko tinggi terkena diabetes, terutama diabetes melitus tipe 1. Kebiasaan makan yang tidak teratur dan kurangnya aktivitas fisik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah penderita diabetes pada kelompok usia di bawah 18 tahun. Diabetes melitus atau lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis, termasuk ke dalam kelompok penyakit tidak menular yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Penyakit ini tergolong sebagai penyakit metabolik, yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, fungsi insulin yang tidak efektif, atau kombinasi keduanya.
Peningkatan prevalensi diabetes pada anak-anak dan remaja perlu menjadi perhatian seiurs. Menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe-1 sebanyak 70 kali lipat pada anak di bawah usia 18 tahun antara tahun 2010 hingga tahun 2023. Menurut Muhammad Faizi selaku Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI, pada tahun 2023, jumlah penderita diabetes meningkat 70 kali lipat dibandingkan tahun 2010 yang hanya 0,028 per 100 ribu dan 0,004 per 100 ribu jiwa pada tahun 2000. Permasalahan diabetes yang terjadi menunjukkan adanya perubahan besar dalam pola kesehatan generasi muda di Indonesia. Kebiasaan buruk, seperti konsumsi makanan cepat saji yang tidak sehat serta kurangnya aktivitas fisik, sangat berperan dalam peningkatan jumlah kasus diabetes. Apakah kita akan membiarkan generasi muda Indonesia tumbuh dengan risiko penyakit kronis yang begitu tinggi?
Data dari IDAI menunjukkan jumlah penderita diabetes pada anak-anak mencapai 1.645 orang, yang tersebar di 13 kota besar di Indonesia, seperti Medan, Padang, Palembang, Malang, Bandung, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar. Sebagian penderita diabetes pada anak-anak berada pada usia 10-14 tahun (46,23%), disusul kelompok usia 5-9 tahun (31,05%), dan bahkan pada usia 0-4 tahun (19%). Mayoritas penderita diabetes pada anak-anak adalah perempuan dengan persentase sebesar 59,3% sedangkan sisanya adalah laki-laki sebesar 40,7%. Pada tahun 2022, Indonesia menempati peringkat tertinggi sebagai jumlah penderita diabetes melitus tipe-1 terbanyak di wilayah Asia Tenggara, yaitu mencapai 41,8 ribu jiwa. Hal ini tentu saja menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di kawasan ASEAN, sekaligus menempatkan Indonesia di posisi ke-34 dari 204 negara di tingkat global.
Penyakit diabetes tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga mengancam kualitas hidup jangka panjang. Anak-anak yang didiagnosis diabetes pada usia muda memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi, seperti penyakit kardiovaskular, gangguan penglihatan, gagal ginjal, hingga amputasi. Hal ini juga disampaikan oleh Prof. Hari seorang Guru Besar di bidang Penyakit Dalam, yang menekankan bahwa semakin muda usia seseorang yang terdiagnosa diabetes, semakin besar risiko mereka untuk mengalami komplikasi serius di masa depan. Permasalahan ini tentu saja tidak dapat dibiarkan begitu saja, dikarenakan dapat merusak kesehatan generasi muda penerus bangsa.
Pola makan yang buruk, kebiasaan mengonsumsi junk food & fast food, serta minuman manis dengan kandungan gula yang tinggi, menjadi salah satu penyebab utama. Tren ini semakin populer di kalangan remaja yang sering kali menjadikan konsumsi minuman manis sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Anak-anak rentan terkena diabetes dikarenakan perilaku ibu yang sering memberikan makanan instan dengan kandungan gula tinggi saat berusia balita. Laporan menyebutkan bahwa 87% remaja sering mengonsumsi makanan cepat saji, sedangkan kurangnya melakukan aktivitas fisik di bawah 2 kali dalam seminggu dapat meningkatkan risiko terkena diabetes hinga 4,5 kali lipat dibandingkan dengan mereka yang rutin berolahraga.
Meskipun terdapat anggapan bahwa diabetes pada usia muda dapat dicegah melalui obat-obatan modern dan teknologi medis, kenyataannya adalah pencegahan yang paling efektif tetap terletak pada perubahan gaya hidup. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa makanan cepat saji dan minuman manis adalah bagian dari budaya modern yang sulit dihindari, tetapi jika tidak segera diambil tindakan, dampaknya akan jauh lebih burk di masa depan. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa konsumsi gula berlebih, yang menjadi tren di kalangan anak-anak dan remajam merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan resistensi insulin, yang pada akhirnya meningkatkan risiko terkena diabetes.
Peningkatan jumlah penderita diabetes pada anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan masalah serius yang harus segera dilakukan tindakan pencegahan. Gaya hidup modern yang didominasi oleh makanan cepat saji, minuman manis dan kurangnya aktivitas fisik telah memicu peningkatan prevalensi diabetes pada usia muda. Dalam menangani permasalahan ini, diperlukan pendekatan yang komperehensif, mulai dari edukasi tentang pentingnya pola makan sehat, peningkatan aktivitas fisik, hingga pengurangan konsumsi makanan tinggi gula. Jika langkah-langkah pencegahan ini tidak segera diambil, kita mungkin akan melihat generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan risiko kesehatan yang terancam sejak usia dini. Apakah kita akan menjadi generasi yang membiarkan anak-anak kita menjadi “generasi gula darah di usia muda?