Manifesto One Health dibuat pada tahun 2019 oleh beberapa ilmuwan dan organisasi internasional untuk mendukung pendekatan One Health, yang menekankan hubungan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam mengatasi masalah kesehatan global seperti zoonosis, resistensi antimikroba, dan perubahan iklim.
Banyak benarnya sebuah kepercayaan (belief), bahwa tiada sesuatu yang demikian dihargai sekaligus diremehkan adalah kesehatan. Kesehatan bukan segalanya, tetapi tanpa kesehatan, kita bukanlah siapa-siapa. Dalam dunia antropologi, ini adalah nilai (basic value). Menurut (Maio,2016; Schwartz,1992 ) nilai,sering didefinisikan sebagai tujuan abstrak atau prinsip panduan dalam kehidupan masyarakat.
Manusia berperilaku karena ada motif nilai, ada kebaikan, dan ada harga. Bahkan dalam setiap etnis, merasa memiliki nilai lebih unggul, lebih benar dibanding dengan etnis lain (ethnocentrism). Tiada yang salah dengan etnosentrisme, sebab karakter bawaan manusia adalah kompetisi, bila dihaluskan maka kompetisi adalah masing-masing etnis ingin hidup lebih baik.Etnosentrisme bukanlah xenofobia, rasisme, stereotip, atau ketidakadilan.Inilah dinamakan relativisme budaya (cultural relativism), bahwa tidak ada standar universal untuk mengukur budaya, dan bahwa semua nilai dan kepercayaan budaya harus dipahami sesuai dengan konteks budayanya, dan tidak dinilai berdasarkan norma dan nilai luar.
Para pendukung relativisme budaya juga cenderung berpendapat bahwa norma dan nilai suatu budaya, tidak boleh dievaluasi menggunakan norma dan nilai budaya lain atau budaya yang berbeda (Franz Boas, 1887). Itu merupakan dasar-dasar kultural manusia, dan kultur itu pastilah cair, lentur, dan dinamis serta luwes. Tiada budaya yang mutlak, budaya bersifat relatif!
Manifesto one health
Seiring perkembangan dan kemajuan bahasa, maka majas manifestobukan hanya tema politik,tetapi sudah dapat dipergunakan di pelbagai aspek dan segala sudut kehidupan manusia. Deskripsi Triyono Lukmantoro (2014), menguatkan bahwamanifesto bukan sekadar untaian kata-kata. Manifesto juga bukan hanya berisi janji-janji yang membuai kesadaran. Manifesto pun tidak dimaksudkan untuk membuat program-program politik yang melambung tinggi. Manifesto bukan pula teknik retorika secara dokumenter untuk menyelubungkan maksud dari si penciptanya. Hal ini disebabkan oleh manifesto adalah cerminan dari kehendak zaman. Manifesto, merupakan ekspresi kuat dari tuntutan-tuntutan historis dan sosiologis yang melingkupinya.
Secara sederhana konsep one health, identik dengan Teori JohnEverett Gordon dan La Riche (1950) dengan konsep segitiga epidemiologi (triangel epidemiology)bahwa sehat, sakit dan penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama:host (pejamu), agent (agen), dan environment (lingkungan). Teori ini menuntut keseimbangan antara host, agent, dan environment agar manusia tidak jatuh sakit oleh kehadiran agen pembawa penyakit yang bersifat patologis. Apabila terjadi ketidakseimbangan segitiga epidemiologi ini, maka dipastikan ada yang dirugikan (manusia), karena terjangkit penyakit oleh agen (diuntungkan). Yang menjadi pertanyaan alot, bagaimana menjaga equilibrium agar tidak menjadi disequilibrium?
Pendekatan one health dan triangel epidemiology oleh John Everett Gordon,tentu (pula) menjangkau penyakit tidak menular (degeneratif) seperti depresi, orang-orang yang terpenjara secara psikis, bunuh diri, kanker, stroke, diabetes, penyakit paru kronik, dan lain-lain.Deretan penyakit degeneratif ini, juga dikategorikan dalam tata kelola yang sama dengan penyakit generatif. Sebab, di dalamnya juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Begitulah tata laksana dalam menangani berbagai penyakit yang kerap abu-abu. Paradigma ini kerap disebut blurring of the genres.
Faktor lingkungan adalah kontributor utama dalam kesehatan masyarakat, baik penyakit generatif maupun degeneratif. Maka, benarlah Teori H.L.Blum (1974), bahwa ada empat faktor yang memengaruhi status dan derajat kesehatan, diurut berdasarkan kontribusinya, yakni lingkungan, gaya hidup/perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan.
Sebaiknya kita berangkat dari yang bersifat mikro dengan syarat mampu dilakukan/digunakan (applicable), yakni promosi kesehatan dimulai pada unit terkecil yaitu keluarga, penguatan pada budaya kesehatan, dan konsep promosi kesehatan dibangun, diolah dan dikembangkan oleh masyarakat. Hemat penulis, dengan konsep ini dapat dilaksanakan pada program kesehatan masyarakat.Bukan hanya mengangkat tema penyakit generatif-degeneratif. Tetapi diharapkan lebih dominan aspek pencegahan melalui manusia sebagai subjek, hewan sebagai agen pembawa penyakit, dan lingkungan sebagai determinan dalam status dan derajat kesehatan manusia.
Promosi kesehatan
Promosi kesehatan dimulai pada unit terkecil yaitu keluarga. Secara kultural demografis bahwa tak satu bangsapun terbentuk oleh ketiadaan keluarga, sebuah bangsa selalu terdiri dari banyaknya kumpulan keluarga-keluarga yang menjadi sebuah bangsa. Bangsa hanyalah institusi besar, keluargalah yang menggerakkan institusi sebesar Indonesia ini. Keluarga membentuk masyarakat yang dalam Sulfan dan Mahmud (2018), menuliskan bahwamasyarakat adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah pada kehidupan kolektif. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang karena tuntutan kebutuhan dan pengaruh keyakinan, pikiran, serta ambisi tertentu dipersatukan dalam kehidupan kolektif. Sistem dan hukum yang terdapat dalam suatu masyarakat mencerminkan perilaku-perilaku individu karena individu-individu tersebut terikat dengan hukum dan sistem.
Promosi kesehatan wajib menghadirkan efektifitas perilaku pencegahan terhadap berbagai penyakit kerap disebut perilaku kesehatan, di mana perilaku kesehatan merupakan keadaan diri seseorang dalam melakukan sesuatu seperti bertindak, bersikap, berpikir, dan memberikan umpan balik atau respon pada suatu hal dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Respon tersebut dapat berupa respon aktif dan pasif. Respon aktif, yaitu tindakan yang langsung dilakukan, dan respon pasif, yaitu tindakan dalam bentuk berpikir atau berpendapat(Lawrence Green, 1980).Secara etimologi, promosi berasal dari kata to promote yang berarti peningkatan, kemajuan, dan mengedepankan. Jikalau negara ini masih aktif direcoki oleh penyakit purba maupun modern, maka kita malah bergerak mundur, dan itu bukan promosi kesehatan.
Kultur kesehatan
Terlepas dari sistem sosialpatriarki dan matriarki, di setiap daerah di Indonesia memiliki akar budaya yang kerap dikaitkan dengan filosofi seperti budaya Maluku: saling menghargai, saling menghormati antara sesama teman (ale rasa beta rasa). Minangkabau:hendaklah mengerjakan hal-hal yang bermanfaat, dan jangan menyia-nyiakan waktu (duduak marauk ranjau, tagak meninjau jarak). Madura: etembang pote mata ango’ potea tolang (daripada putih mata lebih baik putih tulang).
Berikutnya budaya Bugis: hanya dengan kerja keras yang tiada bosan-bosan, menjadi titian dan dimudahkan kasih sayang Tuhan (resopa temmangingngi namalomo naletei pammase dewata).Filosofi yang tertera tersebut merupakan ‘the main’ akan prinsip-prinsip hidup, kearifan lokal yang dapat diterapkan dalam bidang kesehatan.
Begitu kaya negeri ini dengan kerak-kerak budaya yang penulis tak mampu tuliskan satu per satu.Janganlah kita menjadi salah satu negara terkaya di dunia, tetapi jauh dari negara yang paling sehat! Sebab, bila budaya kesehatan hanyalah slogan belaka, atau ajang eksibisi pada hari kesehatan nasional, tidak akan menghasilkan apa-apa, karena budaya kesehatan wajib menjadi norma.
Terkait membangun lingkungan yang kondusif,memampukan norma untuk menguatkan struktur sosial melalui institusi dan struktur seperti aturan, pemerintahan, kelompok, dan lainnya.Dengan cara ini, kita dapat menjadi negara paling sehat di dunia. Itu investasi sosial yang tak habis-habis digunakan, karena semakin sehat sebuah negara, maka semakin banyak modal sosial yang dimilikinya. Begitulah yang disebut citra negara modern dan maju untuk menyambut Generasi Emas 2045 viakesehatan masyarakat.
Meskipun Generasi Emas 2045, masih merupakan sebuah wacana, dan gagasan dalam rangka mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi. Diseminasi gagasan itu gencar dilakukan untuk menginspirasi generasi muda agar lebih bersemangat dalam belajar dan berkarya di segala bidang. Setidaknya, menjadi gambaran iptekdansocial engineeringbidang kesehatan. Dengan budaya kesehatan (health culture) memberikan keleluasaan masyarakat dalam bergerak oleh energi sosial yang diwarisi oleh nenek-moyang mereka, dan biarkan masyarakat memerolah capaian kesehatan jasmani, rohani dan sosial melalui meritokrasi mereka, melalui budaya mereka. Sebab, kebudayaan merupakan jalinan makna dimana manusia menginterpretasikan pengalamannya dan selanjutnya kebudayaan akan menuntun tingkah lakunya (Clifford T. Geertz, 1973).
Konsep kesehatan
Sering kita mendengar atau membaca, rakyat adalah subjek dan objek pembangunan. Olehnya, pembangunan kesehatan juga mesti berbasis rakyat, penduduk atau masyarakat. Program kesehatan yang kita lakukan selama ini berupa ‘suguhan’ ke rakyat sehingga kerap gagal antara link and match. Selain itu, kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan ancaman penyakit menular perlu ditingkatkan. Ancaman penyakit yang bisa menyebabkan pandemi nyata.
Rendahnya kesadaran masyarakat sering kali membuat berita bohong atau hoaks menjadi tumbuh subur, tulis Deonisia Arlinta, Kompas (28 Desember 2023). Inilah bentuk perilaku dalam rupa kognitif, afeksi, dan praktik. Maka, sebaiknya konsep kesehatan dibangun oleh masyarakat, sebab kita semua terlahir dari masyarakat, di manapun kita berdomisili.Akan lebih elok bila tetek-bengek tentang konsep kesehatan diberikan kepada ahlinya, yakni masyarakat. Karena mereka adalah subjek dan objek program kesehatan nasional.
Muh.Arsyad Rahman
Doktor Antropologi dan Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar
Doktor Antropologi dan Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.