Kesehatan Bukan Komoditas: Mengembalikan Makna Pelayanan Kesehatan

Ilustrasi rumah sakit (dok: Istimewa)

Di tengah berkembangnya industri kesehatan yang semakin maju, ada satu hal yang kerap menjadi perhatian yakni pergeseran paradigma dari pelayanan kesehatan menjadi “penjualan” kesehatan. Padahal, inti dari profesi kesehatan adalah melayani masyarakat dengan sepenuh hati, bukan sekadar menawarkan layanan sebagai komoditas komersial.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (3) menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak hidup sejahtera, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Warga negara juga berhak memperoleh pelayanan Kesehatan”. Dari kutipan itu sangat jelas bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan layanan Kesehatan.

Banyak rumah sakit dan klinik yang sekarang berlomba-lomba menawarkan berbagai produk kesehatan dan perawatan medis dengan pendekatan yang lebih mirip bisnis daripada pelayanan publik. Terutama sektor swasta yang kadang lebih memprioritaskan pasien yang mampu membayar lebih atau mereka yang memiliki asuransi premium, sehingga pasien dengan asuransi pemerintah (JKN) seringkali tidak mendapatkan layanan selayaknya pasien dengan biaya pribadi.

Pergeseran ini menjadi ironi besar dalam dunia kesehatan, yang seharusnya menempatkan kemanusiaan di atas segalanya. Ketika fasilitas kesehatan lebih mengutamakan keuntungan daripada kebutuhan pasien, maka nilai-nilai dasar profesi kesehatan mulai terkikis. Misalnya, prioritas terhadap pasien yang membayar lebih mahal atau memiliki asuransi premium menciptakan ketidakadilan sistemik, di mana mereka yang menggunakan layanan asuransi pemerintah (JKN) sering kali harus menerima pelayanan yang kurang optimal. Hal ini tidak hanya merugikan pasien, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan.

Ketidakadilan dalam Layanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan seharusnya mengutamakan kebutuhan pasien secara adil, tetapi kenyataan di lapangan kadang berkata lain. Hal ini dialami oleh Ice, salah satu anggota keluarga pasien yang dirawat di sebuah rumah sakit swasta. Cerita Ice mengungkap sisi lain dari dunia kesehatan yang mungkin jarang tersorot.

Ice bercerita bahwa ia pernah mendampingi keluarganya yang sakit dan membutuhkan perawatan inap. Namun, proses mendapatkan kamar perawatan terasa sangat sulit. Ia terpaksa menunggu di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dalam waktu yang cukup lama, bahkan hingga berjam-jam. Di sisi lain, ia menyaksikan beberapa pasien yang baru datang justru langsung mendapatkan kamar tanpa hambatan.
“Rasanya tidak adil,” ujar Ice. Ia mempertanyakan mengapa keluarganya, yang jelas-jelas sudah datang lebih dulu, harus menunggu begitu lama. Situasi ini membuatnya merasa tidak mendapatkan layanan yang sepantasnya. Menurut Ice, pengalaman ini sangat melelahkan, terutama di saat ia sudah cemas dan ingin memastikan keluarganya mendapatkan perawatan yang terbaik.

Cerita seperti ini menunjukkan tantangan dalam sistem pelayanan kesehatan, khususnya di rumah sakit swasta yang kadang berhadapan dengan keterbatasan fasilitas dan sistem prioritas yang kurang transparan. Ice berharap, ke depannya, pihak rumah sakit dapat memperbaiki layanan mereka agar semua pasien diperlakukan dengan adil, tanpa diskriminasi.

Kesehatan untuk Dilayani, Bukan Dijual
Pelayan kesehatan adalah individu yang seharusnya didorong oleh rasa empati dan kemanusiaan dalam memberikan perawatan kepada pasien. Mereka tidak hanya menjalankan tugas profesional, tetapi juga mengemban tanggung jawab sosial untuk menjaga kesehatan masyarakat. Meskipun keuntungan finansial tentu diperlukan untuk keberlangsungan fasilitas kesehatan, prinsip utamanya tetap harus berlandaskan pada etika pelayanan, bukan keuntungan. Tenaga Kesehatan diikat oleh sumpah profesi yang menggarisbawahi pentingnya menjaga integritas, memprioritaskan kesejahteraan pasien, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.


Pelayanan kesehatan yang baik seharusnya berfokus pada penanganan dan pencegahan penyakit sesuai dengan kebutuhan pasien. Komunikasi yang jujur dan transparan antara dokter dan pasien adalah kunci untuk memastikan bahwa perawatan yang diberikan benar-benar bermanfaat. Dokter perlu mengedepankan kepentingan kesehatan pasien, bukan hanya mengikuti tren atau teknologi terbaru yang mungkin belum terbukti efektivitasnya secara klinis.


Di sisi lain, masyarakat juga perlu memiliki kesadaran lebih tinggi tentang peran mereka dalam menjaga kesehatan. Pasien harus didorong untuk menjadi konsumen yang cerdas dan kritis terhadap layanan kesehatan yang ditawarkan. Mereka harus memahami bahwa tidak semua produk kesehatan yang dipasarkan adalah solusi terbaik bagi mereka. Kesehatan bukanlah barang dagangan yang bisa dibeli dengan uang semata, tetapi hasil dari gaya hidup sehat, pencegahan penyakit, dan perawatan yang tepat.


Pendidikan kesehatan bagi masyarakat menjadi salah satu kunci penting untuk melawan komersialisasi yang berlebihan dalam sektor ini. Dengan informasi yang cukup, masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih bijak tentang perawatan yang mereka butuhkan, serta tidak mudah terpengaruh oleh promosi yang berlebihan. Tenaga medis juga harus aktif dalam mengedukasi pasien tentang hak mereka serta memberikan penjelasan yang objektif terkait berbagai pilihan perawatan yang tersedia.
Tentu saja, penting untuk menyadari bahwa dunia kesehatan tidak bisa sepenuhnya dilepaskan dari aspek ekonomi. Fasilitas kesehatan membutuhkan dana untuk operasional, penelitian, dan pengembangan. Namun, tujuan utama tetap harus untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup pasien, bukan hanya memperkaya institusi kesehatan. Pelayan kesehatan seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas profesi medis. Mereka bukanlah penjual produk kesehatan, melainkan penjaga kesehatan masyarakat yang bekerja berdasarkan etika dan rasa tanggung jawab sosial. Dengan menempatkan manusia sebagai pusat dari pelayanan kesehatan, kita dapat memastikan bahwa industri ini terus berjalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang sejati, bukan semata-mata untuk mencari keuntungan finansial.


Pelayanan kesehatan adalah hak dasar yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh pihak yang terlibat dalam sistem kesehatan, baik tenaga kesehatan, pemerintah, maupun institusi kesehatan. Ketika layanan kesehatan dilihat sebagai komoditas untuk dijual, nilai kemanusiaan dalam pelayanan tersebut bisa terkikis. Oleh karena itu, penting untuk mengingatkan kembali bahwa kesehatan adalah untuk dilayani, bukan untuk dijual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *